Bedah Perubahan Ketentuan Perpajakan sesuai UU no. 7 Tahun 2021
A. Penjelasan Umum
Perlu diketahui, saat ini, sudah dilakukan penyempurnaan beberapa Undang-Undang Perpajakan dengan sistem Omnibus Law yaitu dibuat menjadi satu naskah. Yang terbaru adalah UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (atau dikenal sebagai UU HPP) yang merupakan penyempurnaan dari beberapa UU Pajak lama dan UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan.
Ada 6 bagian perubahan regulasi pajak dalam UU HPP yaitu:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (UU KUP) dalam Bab II Pasal 2 UU HPP yang mulai berlaku sejak diundangkan bulan Oktober 2021.
- Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dalam Bab III Pasal 3 UU HPP yang berlaku mulai tahun pajak 2022.
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) dalam Bab IV Pasal 4 UU HPP yang mulai berlaku per 1 April 2022.
- Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) jilid 2 dalam Bab V Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 UU HPP yang hanya berlaku 1 Januari – 30 Juni 2022.
- Pajak Karbon (hal yang sama sekali baru diatur) dalam Bab VI Pasal 13 UU HPP yang berlaku sejak 1 April 2022.
- Undang-Undang Cukai dalam Bab VII Pasal 15 UU HPP yang mulai berlaku sejak diundangkan bulan Oktober 2021.
Apa saja perubahan dan penambahan regulasi pajak dari ke-6 bagian tersebut? Mari kita bedah satu per satu
- Ketentuan Umum dan tatacara Perpajakan (KUP)
- Pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).
- Pemberian kesempatan pada WP mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), selama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).
- Penunjukan pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak, misalnya penyedia sarana transaksi elektronik sebagai pemotong/pemungut pajak atas transaksi yang melibatkan pihak lain mengingat perkembangan transaksi ekonomi yang semakin dinamis sehingga pemungutan pajak bisa dilakukan secara efisien, sederhana dan efektif.
- Sinkronisasi dengan Undang-Undang Cipta Kerja dalam penerapan sanksi administrasi perpajakan.
- Kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding WP, atau dapat disebut penurunan tarif sanksi pajak (sanksi administrasi dan sanksi pidana), termasuk penuntutan pajak tanpa pidana penjara.
- Pengaturan asistensi penagihan pajak global.
- Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding.
- Asas resiprokal perpajakan, yaitu asas timbal balik yang digunakan dalam perjanjian internasional. Dalam hal ini, tindakan suatu negara terhadap negara lain akan dibalas secara sama.
- Aturan penunjukkan kuasa wajib pajak. Kuasa WP harus memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali Kuasa WP yang merupakan suami, istri, keluarga sedarah, atau semenda sampai dengan derajat kedua.
- Sinergi antar instansi pemerintah untuk melakukan pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama.
2. Pajak Penghasilan (PPh)
- Tarif PPh Orang Pribadi mengalami perubahan dengan tambahan 1 lapisan tarif baru dari sebelumnya 4 (empat) lapisan tarif menjadi 5 (lima) lapisan tarif dan batasan penghasilan yang dikenakan pajak pada lapisan tarif pertama.
- Pemberian dalam bentuk Natura yang dapat dibiayakan dan pengenaan pajak atas Natura.
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas bagian peredaran bruto hingga Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), atau UMKM tidak akan kena pajak dengan tarif 0,5% apabila peredaran bruto atau omsetnya maksimal Rp500.000.000,-
- Pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi.
- Pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22% mulai tahun pajak 2022.
- Penyampaian upaya mencegah penghindaran pajak dengan menerapkan metode yang sesuai dengan standar internasional (International Best Practice).
- Penambahan kewenangan pemerintah untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Penghapusan pembebasan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa angkutan umum di darat dan di air serta udara dalam negeri, jasa tenaga kerja, yang merupakan barang dan jasa tidak kena pajak (negative list) serta memindahkan menjadi barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN secara terbatas, sesuai pasal 4A UU HPP.
- Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% per 1 April 2022 dan 12% per 1 Januari 2025 yang tercantum dalam UU PPN terbaru.
- Kemudahan dan kesederhanaan PPN dengan tarif final untuk barang atau jasa kena pajak tertentu.
4. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
- Program pengungkapan sukarela perpajakan bagi Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi atau WP Badan.
5. Pajak Karbon
- Tarif pajak karbon ditetapkan Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara, untuk badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batu bara.
6. Cukai
- Terkait perubahan pengaturan cukai, kewenangan ada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
- Penerapan sanksi pidana sebagai upaya terakhir (ultimatum remedium) dalam pelanggaran pidana bidang cukai seperti perizinan, pengeluaran barang kena cukai, barang kena cukai tidak dikemas, barang kena cukai yang berasal dari tindak pidana dan jual beli pita cukai.
Terhadap UU HPP yang terdapat beberapa perubahan didalamnya berlaku sejak diundangkan UU HPP ini, Pemerintah segera menerbitkan aturan turunan untuk masing-masing bahasan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan secara teknis dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Ada 4 (empat) Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU HPP yang diterbitkan selama tahun 2022, yaitu :
- PP 44 tahun 2022 tentang Penerapan terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan (PPn) atas Barang Mewah. PP ini mengatur hal baru yaitu penunjukan pihak lain untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM.
- PP 49 tahun 2022 tentang PPN Dibebaskan dan PPN atau PPnBM Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu dan/atau Penyerahan JKP Tertentu dan/atau Pemanfaatan JKP Tertentu dari Luar Daerah Pabean.
- PP 50 tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Dalam PP ini mengatur 15 poin pokok pengaturan, salah satunya terkait validasi NIK sebagai NPWP.
- PP 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh). PP 55 tahun 2022 ini merupakan penjabaran lebih lanjut perubahan kebijakan PPh yang diatur dalam UU HPP (klaster PPh).
Disamping aturan turunan berupa PP, diterbitkan juga aturan yang sifatnya lebih teknis dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan. Selama tahun 2022, telah diterbitkan aturan turunan UU HPP berupa PMK sebagai berikut:
- PMK-58/PMK.03/2022 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa Melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
- PMK-59/PMK.03/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Bagi Instansi Pemerintah.
- PMK-60/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKPTB dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui PMSE.
- PMK-61/PMK.03/2022 tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.
- PMK-62/PMK.03/2022 tentang PPN atas LPG tertentu.
- PMK-63/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau.
- PMK-64/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Hasil Pertanian Tertentu.
- PMK-65/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas.
- PMK-66/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.
- PMK-67/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, Jasa Pialang Reasuransi.
- PMK-68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
- PMK-69/PMK.03/2022 tentang Perlakuan Perpajakan atas Teknologi Finansial.
- PMK-70/PMK.03/2022 tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai PPN.
- PMK-71/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan JKP Tertentu.
B. Apa dampak perubahan UU HPP bagi Organisasi Nonlaba dan para Pegiatnya?
Penjelasan regulasi perpajakan secara umum bagi seluruh kalangan khususnya para pebisnis dan para karyawan yang bekerja di sektor profit sudah banyak diulas dalam banyak artikel di dunia maya maupun beberapa seminar, workshop dan kegiatan sejenisnya. Namun, bagi kalangan organisasi nonlaba dan para pegiatnya, masih sedikit literasi maupun sosialisasi yang dilakukan, sehingga organisasi nonlaba sering terlambat, tertinggal bahkan tidak mengetahui secara detil perubahan-perubahan regulasi perpajakan tersebut.
Beberapa perubahan regulasi perpajakan yang perlu diketahui kalangan organisasi nonlaba dan para pegiatnya antara lain:
1. Tarif PPh bagi Orang Pribadi dan lapisan penghasilan kena pajaknya berubah sebagai berikut:
Lapisan Tarif | Rentang Penghasilan (lama) | UU PPh | Rentang Penghasilan (baru) | UU HPP |
I | 0 – Rp50 juta | 5% | 0 – Rp60 juta | 5% |
II | > Rp50 – 250 juta | 15% | > Rp60 – 250 juta | 15% |
III | > Rp250 – 500 juta | 25% | > Rp250 – 500 juta | 25% |
IV | > Rp500 juta | 30% | > Rp500juta – 5 miliar | 30% |
V | – | – | > Rp5 miliar | 35% |
Para pengelola keuangan yang bertugas melakukan penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 para Karyawan dan Konsultan, agar memperhatikan perubahan ini sehingga tidak salah hitung atau masih menggunakan tarif lama, yang berpotensi lebih besar terkena PPh 21 dibandingkan dengan perubahan tarif dan lapisannya sesuai UU HPP.
2. Pengenaan Pajak atas Natura dan/atau Kenikmatan
Apa itu Natura?
Pengertian natura menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah barang yang sebenarnya dan bukan dalam bentuk uang. Sedangkan pengertian Natura menurut Surat Edaran Dirjen Pajak nomer SE-03/PJ.03/1984 Natura adalah setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan dan/atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja terkait hubungan pekerjaan atau jasa.
Apa itu Kenikmatan?
Sedangkan Kenikmatan menurut Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.23/1984 adalah setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan dan/atau keluarganya dalam bentuk fasilitas atau pelayanan dari pemberi kerja terkait dengan hubungan pekerjaan atau jasa.
Pemberian Natura dan/atau Kenikmatan kepada pegawai, karyawan dan/atau keluarganya dapat dibiayai oleh Pemberi Kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai atau karyawan.
Dasar penilaian Natura (berupa barang) adalah dengan Nilai Pasar, sedangkan dasar penilaian Kenikmatan (berupa fasilitas) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan Pemberi (actual cost).
Ketentuan pengenaan PPh atas Natura dan/atau Kenikmatan ini berlaku mulai 1 Januari 2022 dengan cara dilaporkan oleh Orang Pribadi dalam SPT Tahunan Orang Pribadi tahun pajak 2022. Sedangkan pemotongan PPh secara aktif oleh Pemberi Kerja berlaku mulai 1 Januari 2023.
Namun demikian, UU HPP mengatur bahwa ada 5 (lima) jenis Natura dan/atau Kenikmatan yang BUKAN merupakan penghasilan bagi penerimanya (pegawai atau karyawan), yaitu :
- Penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai/karyawan.
- Natura di daerah tertentu.
- Natura karena keharusan pekerjaan, contoh alat keselamatan kerja atau seragam.
- Natura yang bersumber dari APBN/APBD.
- Natura dengan jenis dan batasan tertentu.
3. UMKM yang bebas PPh dalam UU HPP
Orang Pribadi termasuk Pegiat Sosial di kalangan Organisasi Nonlaba yang menjadi pelaku UMKM sesuai dengan PP 23 tahun 2018, akan dikenakan PPh Final dengan tarif 0,5% setelah dikurangi Peredaran bruto Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp500juta. Artinya apabila orang pribadi pelaku UMKM memiliki peredaran bruto hingga Rp500juta setahun, tidak dikenakan PPh Final.
Berikut simulasi penghitungan PPh Final Pelaku UMKM sesuai UU HPP
4. Tarif PPh Badan baru sebesar 22% dalam UU HPP
Pelaku usaha UMKM yang berbentuk Badan Dalam Negeri termasuk Organisasi Nonlaba yang melakukan fundraising dalam bentuk bisnis sosial, maka berpotensi dikenakan PPh Badan dengan tarif sebesar 22% dari Surplus Penerimaan dikurangi Biaya setelah Rekonsiliasi Fiskal. Kondisi dikenakan PPh Badan sangat mungkin terjadi BILA komposisi penerimaannya LEBIH BESAR dari usaha Fundraising daripada Sumbangan/Hibah dari Donatur.
Terhadap pelaku usaha UMKM berbentuk Badan Dalam Negeri termasuk Organisasi Nonlaba tetap diberikan INSENTIF penurunan tarif sebesar 50% sebagaimana diatur dalam Pasal 31E UU PPh (UU HPP klaster PPh).
Berikut perubahan ketentuan terkait tarif PPh Badan menurut UU KUP dan UU HPP:
Wajib Pajak | UU KUP | UU HPP |
Pengusaha Perorangan (UMKM) | Belum diatur (diatur dalam PP No. 23 tahun 2018) | Perhitungan PPh final tarif 0.5% untuk omset maksimal Rp 500 juta tidak dikenai PPh |
Badan | Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap sebesar 28% (dua puluh delapan persen). | Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap sebesar 22% (dua puluh dua persen) yang mulai berlaku pada tahun pajak 2022. |
5. Penggunaan NIK sebagai NPWP dalam UU HPP
Mengapa NIK dijadikan sebagai NPWP bagi Orang Pribadi? Hal ini bertujuan mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan dan mempermudah WP Orang Pribadi melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.
Wajib Pajak Orang Pribadi khususnya para pegiat sosial di kalangan organisasi nonlaba harus mengetahui bahwa sesuai dengan UU HPP, maka NIK akan dijadikan sebagai NPWP Orang Pribadi, dengan tetap memperhatikan syarat subyektif dan obyektif. Dengan demikian, seseorang meskipun telah memiliki NIK, tidak semua masyarakat memiliki kewajiban untuk membayar pajak.