Kewajiban Memotong Pajak Penghasilan PPh Pasal 23
Pajak penghasilan pasal 23 mekanisme dan cara pemotongannya sama dengan Pasal 21. Perbedaannya hanya pada obyek pemotongan. Bila pasal 21 atas jasa/kegiatan yang dilakukan oleh individu atau perseorangan, untuk pasal 23 obyek pajaknya berhubungan dengan penggunaan kapital atau modal.
Tarif nya sebesar 2% dari jumlah penghasilan bruto atas:
- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
- Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan dan jasa lain yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21
Sesuai dengan SE.53/PJ/2009, yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atatu telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
- Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
- Pembayaran atas pengadaan / pembelian barang atau material
- Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga
- Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
Jumlah Bruto tersebut tidak berlaku :
- Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering; atau
- Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa-jasa diatas telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Pembayaran PPh Pasal 23 harus dapat dibuktikan dengan:
- Kontrak Kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
- Faktur pembelian barang atau material
- Faktur tagihan dari Pihak ketiga disertai perjanjian tertulis
- Faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
Dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif tersebut diatas.
Yayasan Mitra Mandiri meminta Kantor Akuntan Publik ArhD untuk mengaudit tahun buku 2014 dengan nilai kontrak 30 Juta. Bulan Maret 2015 pembayaran atas kontrak ini dilunasi seluruhnya
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Pasal 23 yang harus dipotong oleh Yayasan adalah 2% x 30 Juta = 600.000.
Jurnalnya adalah:
Nama Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
---|---|---|
Beban Audit | 30.000.000 | |
Utang PPh 23 | 600.000 | |
Bank/ Kas | 29.400.000 |
Dalam satu kegiatan Yayasan menyewa mobil kepada Tuan Amir selama 3 hari dengan nilai kontrak 1.500.000. Tuan Amir tidak memiliki NPWP.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Tarif 200% x 2% = 4%
PPh Pasal 23 yang harus dipotong 4% x 1.500.000 = 60.000
Jurnalnya adalah:
Nama Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
---|---|---|
Beban Sewa – mobil | 1.500.000 | |
Utang PPh 23 | 60.000 | |
Bank/ Kas | 1.440.000 |
Catatan: Karena Tuan Amir tidak memiliki NPWP maka tarif pemotongan lebih tinggi 100%